JAKARTA, RADENMEDIA.ID – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan harga tiket pesawat di Indonesia tercatat paling mahal kedua di dunia.
Pada tingkat global, tingginya harga tiket maskapai udara di Indonesia hanya kalah dari Brasil. Sementara di ASEAN, Indonesia adalah negara yang rata-rata harga tiket pesawatnya paling mahal.
“Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan Indonesia jadi yang termahal kedua setelah Brasil,” kata Luhut dikutip dari akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, Ahad (14/7/2024).
Menurutnya, mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia disebabkan karena dampak melonjaknya aktivitas penerbangan pasca-meredanya pandemi Covid-19.
“Harga tiket penerbangan yang cukup tinggi dikeluhkan oleh banyak orang akhir-akhir ini, penyebabnya karena aktivitas penerbangan global yang telah 90 persen pulih dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi,” kata Luhut.
Berdasarkan data IATA, pada 2024 akan ada 4,7 miliar penumpang global atau 200 juta penumpang lebih banyak daripada 2019.
“Kami menyiapkan beberapa langkah untuk efisiensi penerbangan dan penurunan harga tiket, misalnya evaluasi operasi biaya pesawat. Cost Per Block Hour (CBH) yang merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar, perlu diidentifikasi rincian pembentukannya,” kata dia.
Dan Dia mengatakan, pihaknya juga tengah merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH tersebut, berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan.
“Selain itu, kami juga berencana untuk mengakselerasi kebijakan pembebasan bea masuk dan pembukaan Lartas barang impor tertentu, untuk kebutuhan penerbangan dimana porsi perawatan berada di 16 persen porsi keseluruhan setelah avtur,” ungkap Luhut.
Pihaknya bilang, mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute, berimplikasi pada pengenaan dua kali tarif PPN, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR), dan Passenger Service Charge (PSC), bagi penumpang yang melakukan transfer/ganti pesawat.
“Mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang, yang akan berdampak signifikan mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan,” ungkap Luhut.
(Zharon)