PEMALANG, RADENMEDIA.ID– Pasca kampanye akbar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di yang dilaksanakan di lapangan Bantarbolang Kabupaten Pemalang, Sabtu 23 November 2024, menua sol.
Pasalnya, hal ini dapat menjadi perhatian publik dan menarik perhatian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Salah satu pelanggaran yang teridentifikasi yang berasal dari istri calon Bupati Pemalang yang ikut berorasi dan menggunakan atribut nomor 03.
Di mana istri salah satu calon kepala daerah atau Bupati terlihat mengenakan atribut kaos 03 yang menunjukkan dukungannya, Hal ini justru berpotensi menjadi boomerang bagi pasangan calon tersebut.
Istri dari calon Bupati Pemalang nomor 03 yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan menjabat sebagai Kepala Puskesmas Kebondalem Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.
Tindakan mengenakan atribut kampanye tersebut diduga melanggar ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, NOMOR: 18 TAHUN 2023 Tentang :
Netralitas bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang memiliki pasangan (Suami istri) berstatus sebagai calon Kepala Daerah, calon anggota Legislatif dan calon Wali Kota maupun calon Wakil/Presiden.
Di Huruf D.1.d. “Tidak menggunakan atribut instansi, partai politik, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota legislatif, dan/atau calon presiden/wakil presiden pada masa kampanye Pemilihan Umum dan Pemilihan Tahun 2024”.
Menurut Imam Subiyanto, SH.MH.CPM selaku salah satu pakar hukum atau kantor hukum Putra Pratama menjelaskan kepada Raden Media.id, Selasa 26 November 2024 malam bahwa.
Dalam konteks hukum dan etika kampanye, apabila seorang calon bupati memiliki istri yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Keterlibatan Istri dalam Kampanye
Istri seorang calon bupati yang berstatus ASN tetap terikat oleh aturan ASN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Dalam hal ini, istri ASN dilarang keras terlibat dalam kegiatan politik praktis, termasuk berkampanye untuk mendukung pencalonan suaminya.
2. Larangan Hukum bagi ASN dilarang.
Menjadi anggota atau pengurus partai politik (Pasal 9 UU ASN).
Menggunakan jabatannya untuk memengaruhi atau mendukung kandidat tertentu.
Berpartisipasi dalam kampanye atau kegiatan politik praktis yang dapat memengaruhi netralitasnya sebagai ASN.
3. Risiko Sanksi
Jika seorang istri ASN terbukti terlibat dalam kampanye mendukung suaminya, ia berpotensi dikenai sanksi, mulai dari teguran hingga pemberhentian tidak dengan hormat, sesuai dengan tingkat pelanggarannya.
4. Alternatif Partisipasi
Istri seorang ASN tetap dapat mendukung suaminya sebagai calon bupati, tetapi hanya dalam kapasitas pribadi di lingkungan domestik atau sosial yang tidak terkait dengan kampanye resmi. Misalnya, memberikan dukungan moral tanpa melakukan tindakan yang melibatkan promosi langsung atau kegiatan politik praktis.
5. Saran Praktisi Hukum
Untuk menghindari masalah hukum dan menjaga netralitas ASN, disarankan agar:
Istri ASN menjaga jarak dari kegiatan politik praktis secara langsung.
Pasangan calon bupati menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa mereka menghormati hukum dan netralitas ASN,”jelas Imam Subiyanto yang menduga oknum mengabaikan persoalan ini.(Redpel)